A Letter For Me
Dear
Me,
Sebagai
mahasiswa akhir, familierkah kamu dengan kata-kata ini:
“Semua
akan selesai pada waktunya”
“Setiap
orang punya jalan masing-masing, jangan bandingin diri kamu dengan orang lain”
“Ini
bukan perlombaan, bukan tentang siapa duluan yang sampai garis finish”
“Sebaik-baiknya
skripsi adalah skripsi yang selesai”
Seberapa
sering kamu dengar itu? Atau mungkin, seberapa sering kamu katakan
itu pada diri sendiri?
![]() |
pexels.com |
Oke,
ayo kita bicarakan ini. Pertama, aku senang karena kamu tidak terlalu menjadikan
ini sebagai beban. Sedari awal kamu sudah membangun mindset untuk
menikmati semua ini. Lebih tepatnya menikmati bulan-bulan terakhir di
Jatinangor, sih. Namun, atas dasar itu kamu senang-senang saja jika harus lebih
banyak menghabiskan waktu di kota ini ketimbang di rumah, padahal tidak ada
kelas yang wajib kamu hadiri. Padahal, kamu harus bingung dulu tiap mau makan
apa. Padahal, kamu harus menyesuaikan dengan budget yang ada. Bagaimanapun,
kamu menyayangi tempatmu berada sekarang hingga cukup menyadari akan sedihnya
kamu nanti ketika studi telah selesai dan kamu tidak akan kembali mendiami
ruangan berdinding pink pucat itu. Semua itu membantumu untuk
menikmati segala proses ini—suka-dukanya.
Kedua,
ingat, waktu garap proposal penelitian? Aku suka dirimu saat itu. Kamu mencoba
mengerjakan tanggung jawabmu secara teratur. Kamu ciptakan
pola tidur di awal waktu. Bangun di sepertiga malam, mengetik sampai
pagi, lalu ke kampus sampai sore—mengetik lagi. Yah, biasanya di siang hari
kamu sudah mulai tidak fokus. Hanya main ponsel di meja perpus. Tidak apa-apa,
itu manusiawi. Jangan memaksa diri terlalu keras. Kamu mampu mempertahankan
pola itu beberapa minggu saja sudah luar biasa. Apresiasi dirimu sendiri.
Nah,
sekarang tanggung jawabmu belum berakhir. Masih ada 2 bab terakhir yang harus
kamu geluti. Aku mengenalmu sangat baik, kamu harus
mengerjakan segala sesuatu berurutan. Itu sebabnya setiap hari kamu selalu
menulis to-do-list. Kamu cukup perfeksionis—itu bagus—tetapi
hal ini kerap menimbulkan perasaan ‘ada yang kurang’, yang akhirnya malah
menyusahkan dirimu sendiri, sekaligus menjadikanmu lebih teliti. Kupikir,
seimbangkan saja keduanya. Kamu hanya perlu ingat segala sesuatu yang
berlebihan itu tidak baik.
Tentu
kamu sadar musuh terbesar adalah diri sendiri. Digayuti rasa malas,
kantuk, itu serangan biasa. Bergelung di dalam selimut ketika udara sedang
dingin-dinginnya dan baterai ponsel penuh adalah godaan dahsyat. Berapa jam
bisa kamu habiskan dalam posisi seperti itu? Belum lagi buku-buku yang masuk
dalam daftar bacamu. Singkirkan dulu Pride and Prejudice dan Percy
Jackson and The Last Olympian-mu. Novel lebih sulit ditolak keberadaannya
ketimbang buku macam Chicken Soup for the Soul-mu itu. Padahal kamu
paling takut kehabisan waktu, tapi masih sulit menghalau dirimu sendiri dari
semua gangguan itu.
Oke,
aku tidak bermaksud melarangmu bersenang-senang menghibur diri. Sebelum ini
kamu bisa melakukan keduanya secara seimbang. Hanya saja, beberapa waktu ini
kita sama-sama tahu waktumu didominasi yang mana. Bukankah itu
berarti kamu mulai hilang kendali atas dirimu sendiri? Kupikir, jadikan
kesenangan macam itu sebagai hadiah atas kerja kerasmu sebelumnya. Rasanya baru
adil kalau kamu sudah berjam-jam mengerjakan skripsi, baru kemudian mengambil buku
atau berselancar di youtube. Nah, kan seimbang.
Terlalu
banyak ‘hiburan’ akan melenakan, terlalu berkutat pada skripsi juga berpotensi
menjadikanmu stres. Seperti yang kamu yakini, kunci dari
segala sesuatunya akan berjalan baik adalah keseimbangan.
Aku
tahu kamu punya target. Dan saat ini kamu bertanya-tanya apa target itu mampu kamu
penuhi. Sejujurnya, ini bisa jadi sulit—tapi bukan mustahil. Ingat bulan Maret
ini? Kamu punya sesuatu yang ingin kamu capai. Awal dan
pertengahan bulan semua berjalan lancar, kamu begitu tenggelam dalam ritme dan
kenikmatan sensasinya. Hingga menjelang akhir bulan, ritme itu berantakan, kamu
kehilangan sensasi menyenangkan ketika melakukan itu semua. Sebagian dirimu
berkeras mencapai target, dan pada akhirnya...kamu berhasil. Tepat tanggal 31
Maret lalu. Ingat kata Merry Riana di bukunya yang berjudul Mimpi
Sejuta Dolar? Jika sesuatu terasa semakin berat dan sulit, itu artinya kamu
sudah mendekati puncak. Kamu sudah mendekati sukses.
Dan...kita
sudah hampir sampai di penghujung surat. Jadi, biar kutegaskan lagi: skripsi
adalah tanggung jawabmu yang terakhir sebagai mahasiswa. Skripsi pasti
selesai, pasti. Jangan cuma dipikirkan, tapi dikerjakan—begitu
bunyi desktop background notebookmu, lho. Memang hanya kamu
yang bisa mendisiplinkan dirimu sendiri, tapi kamu salah jika berpikir hanya
kamu yang punya kendali atas dirimu. Jangan lupakan Allah, Dia yang berkuasa
membolak-balikkan hatimu—bahkan mengendalikan seluruh isi dunia. Sekarang kamu
bisa rajin, besok bisa jadi malas. Juga, jangan sampai kesibukan dunia
melalaikan kamu dari mengingat Dia. Jangan pula menunda-nunda shalat! Memang
kamu mau kalau sidangmu ditunda-tunda? Ingat—seimbang. Tutup google
chrome sekarang dan mulai buka folder skripsi. Abaikan semua yang
tidak penting, prioritaskan dirimu sendiri. Kamu bisa. Kamu selalu bisa
dan berhasil. Bismillah, ya! Bye.
Sincerely,
You