Jatinewyork
Februari 2019.
Ketika
menulis ini, hari masih siang. Waktu baru menunjukkan pukul dua lebih lima
belas menit. Aku menyalakan lampu kamar. Kemana perginya matahari? Sinarnya
yang terik tengah hari tadi kini sudah tergantikan oleh gemuruh petir dan hujan
deras yang perlahan berubah menjadi gerimis.
Aku
mulai menyalakan laptop setelah menyingkirkan buku bacaanku di meja belajar.
Sudah terlalu lama aku tidak menulis lagi. Padahal benakku terus merangkai
kata, menuangkannya ke memo hp untuk kemudian terlupakan begitu saja. Seseorang
bertanya padaku, “Kok jarang nulis lagi di blog?”. Pertanyaan itu membuatku
berpikir cukup lama. Aku sendiri tidak tahu jawabannya. Kupikir, karena aku mau
membenahi seluruh postingan blog ini namun terlalu malas dan bingung memulai
dari mana. Yang pasti, aku akan mulai menulis lagi. Untuk apa perpanjang masa
penggunaan domain blog kalau blog-nya dibiarkan berdebu.
Di
luar, hujan kembali
menderas.
Belakangan,
aku cukup banyak memikirkan kawasan tempatku menempuh studi tiga tahun lebih
ini, yaitu Jatinangor. Mungkin karena tahun ini aku akan sudah angkat kaki dari
kampus, rasanya tubuh dan pikiranku ‘diprogram’ untuk lebih memaknai hal-hal
sekitar. Aku tidak melihat alasan dapat kembali lagi ke sini nantinya, bahkan
untuk sekadar bernostalgia. Jadi, aku harus menikmati setiap detailnya selagi
bisa.
Setiap
paginya, terdengar kicauan burung menyapa hari yang baru. Juga bunyi sapu lidi
bergesekan dengan halaman—srek-srek-srek, pemilik kosanku sedang
menyapu. Aku menyukai sensasi dingin yang menjalari kulitku di kala subuh
tak berselimut, atau kesegaran udara pagi yang dengan lembut menyambangi
hidung. Terkadang, percikan air dingin membuat mandi menjadi urung. Sejak
merasakan air di sini, air di rumahku tidak lagi terasa dingin. Di sisi lain,
mulutku dua kali lipat lebih sering mengeluh gerah saat sedang bermain di luar
rumah, saking terbiasanya dengan hawa dingin di sini.
Kamarku
tidak begitu besar, tapi cukup nyaman. Tempat di mana aku menggantungkan
mimpi-mimpi dan rencanaku, foto orang-orang tercinta dan untaian kata-kata
penyemangat, pada dindingnya yang berwarna pink pucat. Ini
tempat terbaik bagiku untuk me-time. Mengisinya dengan menonton
Drama Korea, variety show, atau sekadar membaca buku. Juga
bergelung di atas kasur, bermain handphone hingga jatuh
tertidur. Hah~ waktu luang adalah sebuah kemewahan.
Ketika
menghabiskan waktu di luar, kepulan asap mengiringi truk-truk besar yang
berlalu-lalang. Aku menyukai langit biru dengan gumpalan awan yang berarak di
atasnya, seolah menaungi kota dan segala hiruk-pikuk masyarakatnya. Yaa, di
mana-mana langit dan awan sama saja, sih. Tapi di sini lebih sering yang dapat
terlihat, mungkin karena aku banyak berjalan juga.
Di
luar sana, hujan sudah berhenti, tapi masih terdengar gemuruh petir sesekali.
Lalu,
dunia perkuliahan. Sama saja sih pada umumnya. Mencurahkan tenaga serta pikiran
dalam berorganisasi dan tugas-tugas kuliah. Kakiku terbiasa melangkah cepat,
sebab seringnya aku—nyaris—terlambat. Aku mengenal banyak orang dengan beragam
karakter, beberapa di antaranya kemudian menjadi sahabatku. Akan sangat panjang
bila bercerita tentang semuanya. Yang pasti, aku senang mengenal mereka, bahkan
siapapun yang pernah memberi luka.
Bicara
soal makanan.. ah, bingung memulainya. Dari ujung ke ujung, bertebaran banyak
sekali gerobak jajanan, warung kaki lima, hingga semi-kafe. Belakangan ini aku
banyak menghabiskan waktu di Checo, real kafe yang cozy dengan
beragam menu yang enak parah, menurutku. Tapi aku tak bisa sering-sering ke
sana kalau tidak mau uang bulanan cepat habis 😊. Bagaimanapun, aku lebih suka sate
taichan-nya Dapur Bu Lin, roti bakar Tom & Jerry, Wiscar, Chocolate
Changer, Papaaus, De’Chick, Warung Suroboyo, dan Chani. Oh ya, seblak kari’am
juga tuh. Enak. Sandy Delivery! Atau Kantin Mega! Aaaah tidak ada habisnya
kalau membicarakan topik ini.
Oke,
hujan sudah benar-benar berhenti sekarang. Tetapi hawa semakin dingin.
Jika
cukup beruntung, aku akan mendapat tempat duduk di dekat jendela ketika berada
dalam bus yang membawaku pulang dan pergi. Memandang langit yang masih pagi,
pepohonan yang seolah berlari, atau sinar matahari yang kian terik. Aku suka
bagaimana pikiranku melayang ke segala memori, mengandaikan yang tidak pernah
terjadi atau mengenang beberapa kenangan yang pahit. Tak lupa juga aku membaca
doa dalam hati. Terkadang, sekelebat hal-hal manis sempat membuatku tersenyum
sedikit. Aku pengingat yang baik, dan aku menyimpan segala kenangannya dengan
apik.
Termasuk
semua tentang Jatinangor ini.
Apa
yang kutuliskan di atas memang terkesan abstrak, sebab aku tidak menggambarkan
Jatinangor secara spesifik. Jadi barangkali, ketika sedang ingin, aku akan
menuliskannya lagi nanti. Siapa tahu bisa jadi informasi bagi mereka kelak yang
akan hidup di sini sebagai mahasiswa.
Udah
ah.