Satu Juta Keluhan
Dalam
salah satu episode acara Uang Kaget yang pernah kutonton, si bapak yang bakal
dikasih uang itu bilang kalau penghasilan perharinya cuma enam puluh ribu.
Mentok, gak lebih. Bapak itu juga bilang kalau selama ini dia sekeluarga cuma
makan pakai nasi dan sayur, tanpa lauk. Malah kadang-kadang nasi sama garam.
Terakhir kali dia makan daging dan ayam itu waktu lebaran haji entah tahun
kapan. Aku langsung terpelatuk, selama ini di kostan ngeluh dan bosan setengah
mati makan ayam terus. Padahal belum tentu orang di luar sana bisa makan
‘semewah’ aku.
Bicara
soal makanan, aku mulai berpikir ada baiknya merutinkan puasa senin-kamis. Di
samping bisa menghemat uang hahaha, biar merasakan sensasi betapa
bersyukurnya bisa makan. Kalau aku pribadi sering kebingungan sendiri mau makan
apa di sini saking bosannya. Dengan berpuasa, air putih aja kerasa nikmat.
Pernah baca di buku tentang Islam gitu kalau kita makan dengan penuh rasa
syukur aja tuh Allah ridho. Lupa kata-kata persisnya.
Terus.
Begitu
banyak yang suka dikeluhkan. Aku pernah baca juga di buku, kalau di pagi hari
itu kita gak boleh mengeluh, justru harus banyak-banyak bersyukur karena Tuhan
‘tersinggung’ kalau pagi-pagi kita udah ngeluh. Kasarnya, masih untung bisa bangun dari tidur dalam keadaan segar bugar kan? Tadinya mau cantumin di sini
kata-kata persisnya, googling dulu
tapi mager. Maaf ya Allah kalau salah ingat lagi. Intinya, aku berusaha mematri
hal tersebut di otak dan perlahan merubah diri dari hal-hal terkecil, contohnya
kayak gak ngeluh karena harus kuliah pagi.
Awalnya
ini susah. Banget.
Apalagi
ke gedung kampus harus nanjak dikit—dikiiiit banget, tapi lumayan lah kalau
jalan dari kostan ke kampus. Biasanya temenku hobi banget nyeletuk ‘aduh gua capek
banget’, gak peduli udah seberapa sering di tiap harinya kami harus
menanjak untuk mencapai gedung fakultas. Terkadang akupun begitu. Padahal kalau mau postitive thinking,
masih mending gedung fakultas kami terjangkau dengan sekali jalan, gak perlu
mengantri odong-odong kampus dan berdesakan di jam-jam sibuk. Bener-bener
tinggal jalan kaki sampai. Paling cuma 5-10 menit.
Soal
sehat dan sakit.
Teman
dekatku sempat ada yang sakit. Beberapa waktu lalu dia masih terbaring lemah di
rumahnya dan sempat berencana bakal cuti kuliah. Di samping rasa empati yang
kurasakan, aku memaknai kejadian ini sebagai pelajaran juga buatku. Kebayang
kalau ada di posisi dia, pasti sedih dan kepikiran. Sedih karena gak bisa
ketemu teman-teman di kampus, gak bisa ngeblog, gak bisa nonton drama, gak bisa
beli telor gulung dan basreng cintaqu, gak bisa beli jus di brondong ganteng
HAHAHA—duh sedih. Kepikiran juga soal kuliah, walaupun ceritanya aku memang
harus fokus untuk memulihkan diri dan segera sembuh, tapi pasti ada rasa
terbebani karena tertinggal dari teman-teman sepantar. Btw, si teman ini
alhamdulillah udah lebih sehat, tapi masih harus pemulihan. Kalaupun kamu gak
kenal, pas baca ini aminin ya dia segera sembuh total—aamin!
Dari
situ aku ingat masa ketika sedang ringkih-ringkihnya, berapa kali dirawat di
rumah sakit gara-gara tipes dan TBC. Aku sadar betul sehat itu amat-sangat
berharga. Tetapi baru kali ini aku sebersyukur ini bisa sehat walafiat—mungkin
karena aku punya hobi yang sedang giat-giatnya ditekuni, punya target jangka
pendek dan panjang, dan segudang hal yang harus dilakukan lainnya. Aku gak mau
melewatkan satu kesempatan pun.
Sakit
adalah pengalaman tidak menyenangkan. Sederhananya sih jadi susah nelan,
makanan terasa hambar, pusing mulu dan rasanya lemah letih lesu lunglai alay.
Pasti tahulah ya rasanya gimana. Walaupun tidak menyenangkan, gak selalu
berarti buruk. Kan dengan sakit dosa-dosa kita lagi dihapus sama Allah. Mungkin
itu sisi positif dari sakit.
Soal
harta. Hmm, aku pribadi jarang mengeluhkan barang kepunyaan. Selagi itu masih
bisa dipakai ya udah. Aku bukan anak yang suka rewel ke orang tua minta
ini-itu. Sebelum hp yang sekarang, hp-ku culun. Kameranya payah, baterainya
bocor dan si hp ini sakit-sakitan. Aku gak minta ke ortu buat ganti baru, pakai
aja seadanya, toh masih berfungsi dengan baik walaupun selalu ada saat-saat
dimana aku pengen ngebanting dan maki-maki itu hp. Jalanin aja, tau-tau ada aja
kan rezeki dikasih hp baru. Btw, kayaknya ini keluar dari konteks keluhan, tapi
nyambung sih. Kan mensyukuri apa yang ada.
Soal
status juga. Punya pacar ngeluh, jomblo juga ngeluh—heran. Banyak kesibukan
ngeluh, gabut juga ngeluh—heran. Tapi karena sekarang lagi sibuk-sibuknya, jadi
gak kepengen banget punya pacar. Sama kayak kasus si hp culun tadi, kalau
memang rezeki nanti juga ada waktunya berganti status. Jalani dulu aja yang
ada, kiw.
Sampai
saat ini mulut masih suka ngeluh dan ngedumel, apalagi kalau lagi kesel. Aku
gak mau bersikap keras pada diri sendiri dengan bener-bener melarang diri untuk
mengeluh sama sekali. Kalau mumet ya keluarin aja, daripada tekanan batin.
Manusiawi buat ngeluh. Asal gak selalu.
Inti tulisan
ini adalah…mau sepositif apapun pikiran kita, kayaknya mulut gak akan pernah
lepas dari keluhan. Tentang hal apapun. Namun, persepsi dan pola pikir itu bisa
ditata. Kalau otak dan hati udah sinkron di koridor kebaikan, nanti mulut akan
menyesuaikan.
Dari
buku Fiqih Wanita yang kupunya disebutkan, “Allah SWT berfirman:
“Anak Adam menyakiti Aku ketika ia mencela masa: ‘Wahai, hari sial!’ Karena
itu, janganlah seseorang di antara kalian menyatakan demikian, karena Aku
adalah penguasa masa. Aku membolak-balik waktu malam dan siang
sekehendak-Ku.” (Abu Daud, 4/52740). Sebenarnya kalau mau dikaitkan
dengan ayat atau hadist gitu bakal banyak banget gitu gak sih, karena
kesemuanya berkesinambungan dan mencakup segala aspek kehidupan. Rasa-rasanya aku bukan orang yang tepat membahas ini lebih jauh karena ilmuku juga masih cetek. Tetapi, ada juga kan firman yang menyatakan kalau kita
bersyukur, nikmat kita bakal ditambah. Ada pula reminder untuk
kita berkata baik atau diam. Menurutku itu masuk dalam konteks ini, karena
intinya sama: menyuruh
kita menahan lisan dari yang buruk dan banyak bersyukur.
Aku
cuma orang biasa, mahasiswi-tingkat-tiga yang kadang-kadang masih dikira
mahasiswa tingkat dua bahkan maba. Masih suka spam daily
activity di twitter. Ngetik begini memang gampang, ngelakuinnya yang
susah. Tapi dengan menulis ini aku merasa lebih mengenali isi pikiranku, dan
itu membantuku untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa. Untuk kemudian sadar
betul kalau ngeluh melulu gak ada gunanya (bukan berarti gak boleh ngeluh,
manusiawi).
Nonton
Korea dulu biar ngakak baru nugas.
Bye,
Blog.