Meniti Perjalanan Hidup Sang Istri Rasulullah
Identitas Buku
Judul
: Aisyah
Penulis : Sibel
Eraslan
Penerbit : Kaysa Media
Cetakan : V (2016)
Jumlah Hlm : 474
“Aisyah,” panggilnya sekali lagi kepadaku. “Jika semua ucapan mengenai
dirimu itu tidak benar, Allah pasti akan membersihkan dirimu dari fitnah ini.
Tapi jika engkau melakukan dosa itu, mintalah ampunan kepada Allah dan
bertaubatlah, karena Allah memaafkan hamba yang mengakui dosa dan bertaubat.”
Rasulullah mengucapkan kata-kata ini satu per satu dan lemah lembut. Tapi
saat itu gunung-gunung seakan-akan jatuh membebani diriku. Seakan-akan aku
terpuruk berat, seakan petir menyambar diriku.
Penggalan kisah di atas dikutip dari novel karya Sibel Eraslan yang
berjudul Aisyah, Wanita yang Hadir dalam Mimpi Rasulullah. Isi buku ini
memang mengangkat kisah perjalanan hidup Aisyah bersama Rasulullah. Melihatnya
dari sudut pandang Aisyah, membuat kisah ini terasa lebih hidup.
Novel ini terbagi menjadi lima bab utama yang disebut dengan Lima
Waktu Aisyah. Uniknya, setiap bab menggunakan nama-nama waktu shalat; Subuh,
Zuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Sebelum masuk ke
dalam halaman-halaman kisahnya, di awal kita akan menemukan sebuah sajak
tentang Aisyah yang sangat indah, menegaskan arti diri Aisyah dalam hidup
Rasulullah.
Masing-masing bab mewakili keadaan pada zaman itu. Waktu Subuh menceritakan
masa kecil Aisyah yang terlahir dalam keluarga pedagang terkenal. Ayahnya, Abu
Bakar Ash-Shiddiq, menjadi orang kedua yang memeluk agama Islam kala itu. Pada
waktu Zuhur, diceritakan masa-masa awal agama Islam muncul dan
berkembang di Mekkah hingga perintah hijrah ke Madinah. Ketika itu Rasulullah
menerima banyak kecaman dari kaum kafir Quraisy dan Abu Bakar banyak
membebaskan budak-budak yang disiksa, termasuk Bilal. Seiring dengan datangnya
pertentangan dari berbagai pihak yang melahirkan boikot terhadap kaum Muslimin,
banyak pula yang menyatakan dirinya beriman dan bersumpah setia melindungi
Rasulullah. Di tengah semua itu, pada bab ini diceritakan tentang pernikahan
Rasulullah dengan Aisyah, hingga awal kehidupan kaum Muslimin setelah berhijrah
ke Madinah. Bahkan di penghujung bab, dilampirkan gambar denah Masjid Nabawi
dan Rumah Rasulullah ketika itu.
Waktu Ashar diisi dengan cerita kemenangan Perang Badar
hingga Tragedi Perang Uhud. Asal-muasal turunnya surah An-Nur ayat 11-20 juga
dikisahkan di sini, yakni tentang kalung Aisyah yang hilang dan fitnah yang
menyertainya. Dengan firman tersebut Allah membersihkan nama Aisyah. Pada
waktu Maghrib, terdapat deskripsi pengenalan para ahli bait,
yakni istri-istri Rasulullah. Selain itu, diceritakan pula pelaksanaan ibadah
haji dan khotbah terakhir yang dilakukan Rasulullah, serta tanda-tanda
kematiannya yang sudah dekat hingga dijemput maut dalam pangkuan Aisyah.
Sebagai penutup, waktu Isya menceritakan masa-masa
kekhalifahan setelah wafatnya Rasulullah.
Secara keseluruhan, novel ini amat sangat bagus, terlebih dikisahkan dengan
sudut pandang orang pertama yang memberi efek seolah pembaca benar-benar dekat
dengan tokoh utamanya. Sayangnya, ada beberapa bagian yang sulit dicerna karena
digambarkan dengan bahasa yang terlalu ‘kaku’ (apa karena ini novel terjemahan?).
Lupa di bagian mana—kau akan tahu ketika membacanya. Yang pasti, Sibel Eraslan
memang benar mampu meramu berbagai sumber pengisahannya menjadi dongeng modern
yang menyenangkan untuk dibaca, namun tidak melenceng dari fakta yang ada. Aku
pribadi mulai sedikit kehilangan minat membaca setelah Rasulullah dikisahkan
wafat. Mungkin karena dikisahkan betapa kisruhnya keadaan pada masa itu.
Tetapi, penggambaran Rasulullah di sini memang sedikit-banyak berhasil
mengundang kita untuk mencintainya, lho. Aku yang sangat penasaran mengetahui
lebih lanjut tentang sosok beliau sampai membeli sebuah buku karya Imam
At-Tirmidzi yang berjudul, Mengenal Pribadi Agung Nabi Muhammad.
Kalau sudah selesai dibaca, akan kuposting reviewnya di sini. Yuhu, bye.
Sumber gambar: dokumentasi pribadi
Identitas Buku
Judul
: Aisyah
Penulis : Sibel
Eraslan
Penerbit : Kaysa Media
Cetakan : V (2016)
Jumlah Hlm : 474
“Aisyah,” panggilnya sekali lagi kepadaku. “Jika semua ucapan mengenai
dirimu itu tidak benar, Allah pasti akan membersihkan dirimu dari fitnah ini.
Tapi jika engkau melakukan dosa itu, mintalah ampunan kepada Allah dan
bertaubatlah, karena Allah memaafkan hamba yang mengakui dosa dan bertaubat.”
Rasulullah mengucapkan kata-kata ini satu per satu dan lemah lembut. Tapi
saat itu gunung-gunung seakan-akan jatuh membebani diriku. Seakan-akan aku
terpuruk berat, seakan petir menyambar diriku.
Penggalan kisah di atas dikutip dari novel karya Sibel Eraslan yang
berjudul Aisyah, Wanita yang Hadir dalam Mimpi Rasulullah. Isi buku ini
memang mengangkat kisah perjalanan hidup Aisyah bersama Rasulullah. Melihatnya
dari sudut pandang Aisyah, membuat kisah ini terasa lebih hidup.
Novel ini terbagi menjadi lima bab utama yang disebut dengan Lima
Waktu Aisyah. Uniknya, setiap bab menggunakan nama-nama waktu shalat; Subuh,
Zuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Sebelum masuk ke
dalam halaman-halaman kisahnya, di awal kita akan menemukan sebuah sajak
tentang Aisyah yang sangat indah, menegaskan arti diri Aisyah dalam hidup
Rasulullah.
Masing-masing bab mewakili keadaan pada zaman itu. Waktu Subuh menceritakan
masa kecil Aisyah yang terlahir dalam keluarga pedagang terkenal. Ayahnya, Abu
Bakar Ash-Shiddiq, menjadi orang kedua yang memeluk agama Islam kala itu. Pada
waktu Zuhur, diceritakan masa-masa awal agama Islam muncul dan
berkembang di Mekkah hingga perintah hijrah ke Madinah. Ketika itu Rasulullah
menerima banyak kecaman dari kaum kafir Quraisy dan Abu Bakar banyak
membebaskan budak-budak yang disiksa, termasuk Bilal. Seiring dengan datangnya
pertentangan dari berbagai pihak yang melahirkan boikot terhadap kaum Muslimin,
banyak pula yang menyatakan dirinya beriman dan bersumpah setia melindungi
Rasulullah. Di tengah semua itu, pada bab ini diceritakan tentang pernikahan
Rasulullah dengan Aisyah, hingga awal kehidupan kaum Muslimin setelah berhijrah
ke Madinah. Bahkan di penghujung bab, dilampirkan gambar denah Masjid Nabawi
dan Rumah Rasulullah ketika itu.
Waktu Ashar diisi dengan cerita kemenangan Perang Badar
hingga Tragedi Perang Uhud. Asal-muasal turunnya surah An-Nur ayat 11-20 juga
dikisahkan di sini, yakni tentang kalung Aisyah yang hilang dan fitnah yang
menyertainya. Dengan firman tersebut Allah membersihkan nama Aisyah. Pada
waktu Maghrib, terdapat deskripsi pengenalan para ahli bait,
yakni istri-istri Rasulullah. Selain itu, diceritakan pula pelaksanaan ibadah
haji dan khotbah terakhir yang dilakukan Rasulullah, serta tanda-tanda
kematiannya yang sudah dekat hingga dijemput maut dalam pangkuan Aisyah.
Sebagai penutup, waktu Isya menceritakan masa-masa
kekhalifahan setelah wafatnya Rasulullah.
Secara keseluruhan, novel ini amat sangat bagus, terlebih dikisahkan dengan
sudut pandang orang pertama yang memberi efek seolah pembaca benar-benar dekat
dengan tokoh utamanya. Sayangnya, ada beberapa bagian yang sulit dicerna karena
digambarkan dengan bahasa yang terlalu ‘kaku’ (apa karena ini novel terjemahan?).
Lupa di bagian mana—kau akan tahu ketika membacanya. Yang pasti, Sibel Eraslan
memang benar mampu meramu berbagai sumber pengisahannya menjadi dongeng modern
yang menyenangkan untuk dibaca, namun tidak melenceng dari fakta yang ada. Aku
pribadi mulai sedikit kehilangan minat membaca setelah Rasulullah dikisahkan
wafat. Mungkin karena dikisahkan betapa kisruhnya keadaan pada masa itu.
Tetapi, penggambaran Rasulullah di sini memang sedikit-banyak berhasil
mengundang kita untuk mencintainya, lho. Aku yang sangat penasaran mengetahui
lebih lanjut tentang sosok beliau sampai membeli sebuah buku karya Imam
At-Tirmidzi yang berjudul, Mengenal Pribadi Agung Nabi Muhammad.
Kalau sudah selesai dibaca, akan kuposting reviewnya di sini. Yuhu, bye.
Sumber gambar: dokumentasi pribadi
Sumber gambar: dokumentasi pribadi